Purwodadi, ibu kota Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah terkenal dengan kuliner swike, yakni makanan berupa sop kaki kodok.
Tapi, masyarakat muslim tidak bisa menyantapnya lantaran nonhalal karena kodok merupakan hewan yang hidup di dua alam.
Padahal, kini, ada swike yang dibikin dari daging ayam tapi rasanya menyerupai kodok.
Sebenarnya, kuliner khas Grobogan, bukan hanya swike.
Ada ragam masakan khas dari wilayah yang menjadi daerah penghubung kota-kota di jalur pantai utara seperti Semarang dan Kudus itu dengan Solo tersebut.
Berikut 10 kuliner khas Grobogan yang bisa Anda jelajahi saat melewati daerah ini.
Masakan ini tetap harus disebut ketika membincang kuliner khas Purwodadi.
Karena berpuluh tahun, swike menjadi satu-satunya kuliner paling populer dan sudah diakui di pentas nasional.
Swike sendiri adalah masakan berbahan kodok yang berasal dari budaya kuliner Tionghoa.
Swike diperkenalkan oleh warga etnis Tionghoa yang menetap di kota Purwodadi.
Swike Purwodadi sudah eksis sejak 1901.
Meski populer, namun eksistensi swike diterima secara ‘setengah hati’ oleh masyarakat Grobogan yang mayoritas beragama Islam.
Alasannya, secara teologis, kodok termasuk hewan yang diharamkan dalam fiqih Islam.
Pada perkembangannya, agar bisa diterima, masyarakat Grobogan kemudian bereksperimentasi dengan mengganti kodok yang nonhalal dengan protein hewani lainnya yang halal, seperti ayam dan mentok.
Sehingga saat ini, di kota Purwodadi dan wilayah Grobogan lainnya, sudah jamak dijumpai menu swike ayam dan swike mentok di beberapa warung dan kedai makan.
Becek adalah sup iga sapi khas Grobogan.
Berkuah segar dengan cita rasa asam dan gurih karena ditaruh daun kedondong muda di dalamnya.
Dulu, selain daun kedondong, becek juga diberi tambahan daun dayakan yang ketika itu banyak dijumpai di hutan pegunungan kendeng.
Namun karena pohon dayakan sudah langka, maka masyarakat Grobogan saat ini hanya mengandalkan daun kedondong muda untuk mendapatkan cita rasa asam untuk kuah becek.
Padahal tambahan daun dayakan konon menjadikan kuah becek menjadi lebih sedap.
Becek khas Grobogan yang orisinal menggunakan iga sapi.
Namun pada perkembangannya, masyarakat bereksperimentasi membuat becek dengan berbagai protein hewani lainnya, seperti kerbau, kambing, ayam, bahkan ikan nila.
Sehingga saat ini di Grobogan bisa dijumpai becek kerbau, becek kambing, becek ayam, dan becek ikan nila.
Becek biasanya dihidangkan dengan nasi putih, dengan pelengkap oseng lombok hijau, kacang tolo, dan kering tempe.
Kuliner khas Purwodadi ini merupakan masakan berbahan daging ayam yang dipotong-potong, biasanya ayam kampung, yang diberi kuah dengan bumbu minimalis dengan tambahan potongan cabai, tomat hijau, dan belimbing wuluh, kemudian dibungkus dengan daun pisang, lalu dikukus.
Proses pengukusan yang lama menjadikan ayamnya empuk dan kuah garang asemnya bercita rasa gurih, segar, pedas, dan asam—karena ada tambahan potongan tomat hijau dan belimbing wuluh.
Disebut nasi pecel Gambringan karena dulu penjualan nasi pecel ini berada di Stasiun Gambringan, Dusun Pucang Kidul, Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan.
Sekitar 1940-an, ada puluhan warga Desa Tambirejo yang menjadi penjual nasi pecel di Stasiun Gambringan.
Sehingga kuliner ini kemudian populer dengan nama sega pecel Gambringan.
Tak ada perbedaan signifikan dalam sajian nasi pecel Gambringan dengan pecel-pecel lainnya di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kecuali secara historis, nasi pecel ini dulunya dijajakan di Stasiun Gambringan.
Sejak PT KAI mengeluarkan regulasi baru yang melarang penjual dari luar menjajakan dagangannya di dalam stasiun, menjadikan para penjual nasi pecel Gambringan mencari lokasi baru sebagai tempat berjualan.
Selain menyebar di beberapa wilayah di Kabupaten Grobogan, kedai atau lapak nasi pecel Gambringan kini juga banyak dijumpai di daerah lain seperti Demak dan Semarang.
Sega Pager merupakan menu sarapan khas Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, yang dulu hanya bisa dijumpai di tiga desa, yaitu Godong, Bugel, dan Ketitang.
Namun sejak dihelat Festival Sega Pager pada awal Januari 2020 lalu, kuliner ini kemudian berkembang, ekspansif, dan banyak dijumpai di berbagai wilayah lainnya di Kabupaten Grobogan.
Bahkan juga di daerah lainnya seperti di Demak dan Kudus.
Sega Pager sendiri adalah sajian nasi yang diberi urap sayuran lalu diguyur dengan sambal kacang, lalu diberi taburan uyah goreng alias serundeng asin.
Dulu, kuliner ini disebut sega janganan, namun pada perkembangannya beralih nama dan lebih populer menjadi sega pager.
Sega artinya nasi, pager artinya pagar.
Disebut nasi pagar atau sega pager karena sayuran yang digunakan dalam menu ini dulu banyak ditemukan di pekarangan rumah, bahkan dijadikan sebagai pagar hidup.
Ayam pencok berasal dari Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
Masakan ini juga disebut ayam panggang Bledug karena kuliner ini dulunya memang merupakan menu sesaji di makam Mbah Ro Dukun.
Makam ini berada di kompleks objek wisata Bledug Kuwu.
Dalam perkembangannya, kuliner ini kemudian beralih wahana menjadi menu konsumsi yang bisa dijumpai di rumah makan.
Proses pembuatan ayam pencok sendiri termasuk unik.
Ayam utuh yang sudah dibersihkan, dibumbui dengan bawang putih dan garam, lalu dipanggang di atas bara api.
Jarak antara bara api dan ayam antara 30 hingga 40 cm, sehingga ayam tidak terkena api.
Proses pemanggangannya cukup lama, sekira 3 hingga 4 jam, sehingga menghasilkan kematangan yang sempurna.
Kuliner ini berasal dari Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan.
Lempok sebenarnya adalah lontong, namun bentuknya saja yang berbeda.
Bila lontong berbentuk bulat memanjang, lempok berbentuk pipih dan dibungkus daun pisang serta dibuat berlapis 2 atau 3 atau lebih.
Lempok dinikmati dengan urap sayuran atau pecel dengan bungkus daun jati.
Lempok banyak dijumpai di pasar tradisional Kedungjati setiap pagi karena lazim dinikmati sebagai menu sarapan.
Pada 1970-an hingga 1990-an, nasi jagung masih menjadi makanan pokok sehari-hari warga Kabupaten Grobogan, terutama di pedesaan.
Namun saat ini, nasi jagung sudah tidak lagi menjadi makanan pokok, karena sudah berganti dengan nasi dari beras.
Sajian nasi jagung khas Grobogan biasanya disajikan dengan sayur dan lauk pelengkap berupa sayur lompong, sambal, dan botok.
Atau dengan oseng lombok ijo dan ikan asin, pepes ikan pindang, urap sayur, dan rempeyek.
Juga ada versi nasi jagung yang digoreng dengan pelengkap telur dadar dan oseng lombok ijo dan ikan asin.
Boleh jadi mi tek-tek menjadi nama generik bagi kuliner mi yang dijajakan di malam hari dengan gerobak dorong.
Namun mi tek-tek khas Grobogan ini berbeda.
Mi tek-tek khas Grobogan berasal dari Dusun Nunjungan, Desa Ketitang, Kecamatan Godong.
Sejak akhir dekade 1970-an hingga saat ini, terdapat ratusan warga Nunjungan yang bermata pencaharian sebagai penjual mi tek-tek dengan lokus berjualan menyebar di berbagai daerah.
Selain di wilayah Kabupaten Grobogan sendiri, banyak warga Nunjungan yang diketahui berjualan mi tek-tek di Blora, Pati, Kudus, Demak, dan Semarang.
Mi tek-tek ada dua versi: versi kuah dan versi goreng.
Dalam proses pembuatannya, seluruh penjual mi tek-tek Nunjungan masih mempertahankan dengan menggunakan bara dari arang kayu.
Kuah mi tek-tek bercita rasa sangat gurih, segar, dan sangat lezat.
Seporsi mi tek-tek biasanya disajikan dengan 5 tusuk sate ayam.
Mi tek-tek hanya bisa dijumpai di malam hari selepas maghrib hingga tengah malam.
Selain berbagai kuliner yang telah disebut, di Purwodadi juga punya kuliner lontong yang khas dan tak banyak disebut meski banyak penjual dan penikmatnya, yaitu lontong pecel sayur.
Lontong mungkin banyak dijumpai di berbagai daerah lain, tapi lontong khas Purwodadi disajikan dengan pecel dan sayur lodeh yang sangat gurih.
Lontong pecel sayur ini banyak dijumpai di warung makan dan lapak pinggir jalan di kota Purwodadi, baik di pagi hari sebagai menu sarapan maupun malam hari.
BADIATUL MUCHLISIN ASTI Tulisan ini sudah tayang di TelusuRI